Sunday,
March 04, 2012
4:03 PM
Penerapan konsep green dalam dunia arsitektur demi
meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan
menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan
dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan
optimal.
Dampak
isu pemanasan global yang telah merambah ke mana-mana menyebabkan dunia
tiba-tiba “mendadak green”. Di berbagai
belahan dunia, kampanye menghijaukan bumi gencar dilakukan di segala aspek yang
menyangkut gaya hidup.
Dalam
penerapannya, konsep green tidak
hanya dipersepsikan dengan hal-hal yang berbau kehijauan semata, seperti ruang
terbuka hijau dan lansekap pertamanan. Konsep green sejatinya merupakan konsep yang memiliki hubungan
dengan isu efisiensi energi, yang pada akhirnya mengurangi daya eksploitasi
terhadap alam.
Green Architechtur atau yang lebih
dikenal dengan arsitektur hijau merupakan tonggak awal lahirnya sebuah proses
dari bangunan hijau dan konstruksi hijau. Green
architechtur adalah sebuah konsep arsitektur yang berusaha
meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan
menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan
dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan
optimal.
Dalam
mendesain bangunan, seorang arsitek memiliki peran yang sangat besar dalam
menentukan konsep sebuah bangunan hingga ke material yang digunakan. Oleh sebab
itu, sebuah bangunan hijau, yang proses pembangunannya dilakukan dengan
prinsip-prinsip konstruksi hijau lahir dari sebuah desain arsitektur hijau.
“Penerapan green architecture sangat penting karena
merupakan sikap untuk lebih menghargai lingkungan dengan cara antara lain hemat
energi, hemat air dan ramah terhadap lingkungan. Beberapa bangunan yang telah
menerapkan arsitektur hijau dijakarta adalah BCA Tower di bundaran HI dan
gedung Pekerjaan Umum yang sedang dibangun,” ujar Chairman Organizing Board
Arcasia 2012 Endy Subijono kepada Neraca.
Salah
satu ciri utama dari sebuah bangunan berkelanjutan adalah kemampuannya dalam
mengurangi dampak lingkungan secara signifikan. Hal ini meliputi
langkah-langkah untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon, memperkecil
penggunaan sumber-sumber alam seperti air, mengurangi sisa-sisa polutan,
meningkatkan penggunaan bahan-bahan daur ulang, dan mempromosikan pilihan
transportasi berkelanjutan seperti penggunaan sepeda dan transportasi publik
lainnya.
Namun,
penerapan konsep green tersebut
kurang menarik di kalangan pebisnis. Pada dasarnya peralatan yang ramah
lingkungan tersebut harganya tidak murah. Hal inilah yang menyebabkan para
pengusaha berpikir beribu kali, nalurinya yang ingin mencari untung menyebabkan
banyak hal yang harus dipertimbangkan. Misalnya pada lampu-lampu jalan sekitar
gedung menggunakan lampu yang dapat menyimpan tenaga surya, begitu juga bagian
dalamnya yang menggunakan lampu LED hemat energi. Peralatan-peralatan tersebut
sudah tentu mahal, karena tidak seperti elektronika kebanyakan.
Berkenaan
dengan hal tersebut, Endy yang juga mantan Ketua Ikatan Arsitek Indonesia
mengatakan, bahwa saat ini initial cost untuk
mencapai bangunan hijau masih lebih mahal daripada biaya yang lazim, tetapi
pada operasional bangunan akan terlihat bahwa biaya operasional akan lebih
murah. “Belum ada perbandingan (biaya operasional) di indonesia karena baru
mulai diterapkan. Untuk initial cost mungkin
berkisar antara 20-25% lebih mahal, tergantung seberapa banyak penggunaan
teknologi hijau dan material hijau yang digunakan,” tambahnya.
Tidak
hanya itu, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep hijau di
Indonesia. Hambatan bagi kemajuan dalam mencapai penerapan konsep pembangunan
berkelanjutan di Indonesia adalah benturan tanggung jawab kebijakan di antara
lembaga-lembaga pemerintah dalam menjalankan konsep pembangunan berkelanjutan
dan tidak adanya pendekatan yang komprehensif untuk memantau perkembangan
pelaksanaannya. Selain itu, kendala lain yang dihadapi dalam menerapkan konsep
ini di Indonesia adalah pemahaman masyarakat yang masih kurang tentang
pentingnya bangunan hijau.
Konsep green architecture ini juga akan diusung
dalam Kongres Arsitek Asia mendatang. “Konsep green architecture ini juga menjadi
bagian dari sub-tema architectural design,
pembahasan dari aspek ramah lingkungan. Di Arcasia sendiri sudah ada green and sustainable architecture committee,”
jelas Endy.
Konferensi
ini diselenggarakan dalam upaya Arcasia sebagai ajang pertukaran ide-ide
arsitektur baru yang menggabungkan budaya dari setiap negara anggotanya untuk
meningkatkan standar pembangunan pada lingkungan khususnya pada negara anggota
dan juga di kawasan Asia pada umumnya.
Untuk
penyelenggaraan Kongres Arsitek Asia yang ke-15 pada 2012 ini, Indonesia telah
terpilih untuk menjadi tuan rumah. Bekerjasama dengan Ikatan Arsitek Indonesia
(IAI) sebagai mitra penyelenggara, Kongres Arsitek Asia yang mengangkat tema
pokok “Tantangan Modernisasi Perkotaan dan Warisan Arsitektur Asia” ini akan
dibuka dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia.
Kongres Arsitek Asia ini akan berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center pada 28 Oktober hingga2 November 2012, penyelenggaraan Kongres Arsitek Asia ini merupakan sebuah
kehormatan tersendiri bagi Indonesia, karena menunjukkan representasi dari
eksistensi Indonesia dalam dunia arsitektur Asia, dan selain itu merupakan
kesempatan yang sangat baik sebagai ajang promosi budaya arsitektur Indonesia,
khususnya arsitektur Bali yang sangat unik kepada dunia. (yuan)
Sumber:http://www.neraca.co.id
semoga jadi diterapkan untuk menuju Indonesia Go Green, kunjungan balik dari proners
BalasHapusbagus bagus artikelnya. saya suka membaca blog anda. thanks
BalasHapus